Surat Perintah
Penangkapan
Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”),
pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik
Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada
tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka
dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Oleh karena itu, surat penangkapan
tidak boleh diberikan penyidik setelah 1x24 jam atau 1 hari setelah penangkapan
itu dilakukan.
M. Yahya Harahap dalam bukunya yang
berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan
(hal. 159) mengatakan bahwa kalau tidak ada surat tugas penangkapan, tersangka
berhak menolak untuk mematuhi perintah penangkapan, karena surat tugas itu
merupakan syarat formal yang bersifat “imperatif”. Juga agar jangan terjadi
penangkapan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Surat
perintah penangkapan tersebut memberi penjelasan dan penegasan tentang:
1.
Identitas
tersangka, nama, umur, dan tempat tinggal;
2.
Menjelaskan
atau menyebutkan secara singkat alasan penangkapan;
3.
Menjelaskan
uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan terhadap tersangka;
4.
Menyebutkan
dengan terang di tempat mana pemeriksaan dilakukan.
Selain
itu, lebih lanjut lagi dikatakan dalam Pasal 18 ayat (3) KUHAP, bahwa
tembusan surat perintah penangkapan tersebut harus diberikan kepada keluarga
tersangka segera setelah penangkapan dilakukan. M. Yahya Harapap dalam
bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 160), sebagaimana kami
sarikan, mengatakan bahwa hal ini adalah untuk kepastian hukum bagi keluarga
pihak yang ditangkap, sebab pihak keluarga dan tersangka mengetahui dengan
pasti hendak ke mana tersangka dibawa dan diperiksa. Pemberitahuan
penangkapan kepada pihak keluarga yang disampaikan “secara lisan” dianggap
“tidak sah”, karena bertentangan dengan ketentuan undang-undang.
Pemberian tembusan surat perintah penangkapan
kepada keluarga tersangka, ditinjau dari segi ketentuan hukum adalah merupakan
kewajiban pihak penyidik.
Akan
tetapi, penangkapan tanpa surat perintah dapat dilakukan dalam hal
tertangkap tangan, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau
penyidik pembantu terdekat (Pasal 18 ayat [2] KUHAP).
Surat Perintah Penahanan
Sedangkan
dalam hal dilakukan penahanan, harus dilakukan dengan surat perintah
penahanan atau penetapan hakim (Pasal 21 ayat [2] KUHAP).
Serupa dengan penangkapan, tembusan surat penahanan atau penetapan hakim harus
diberikan kepada keluarga dari orang yang ditahan (Pasal 21 ayat [3] KUHAP).
M.
Yahya Harahap
dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:
Penyidikan dan Penuntutan (hal. 168-169) mengatakan bahwa surat perintah
penahanan atau surat penetapan penahanan harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1.
Identitas
tersangka/terdakwa, nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan tempat tinggal;
2.
Menyebutkan
alasan penahanan;
3.
Uraian
singkat kejahatan yang disangkakan atau yang didakwakan;
4.
Menyebutkan
dengan jelas di tempat mana ia ditahan, untuk memberi kepastian hukum bagi yang
ditahan dan keluarganya.
Lebih
lanjut, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, penahanan ini dapat
dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang
menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,
merusak, atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
Oleh
karena itu, baik penangkapan maupun penahanan harus dilakukan dengan surat
perintah penangkapan atau surat perintah penahanan, sehingga surat perintah
yang baru diberikan 1 (satu) hari setelah penangkapan dan penahanan tersebut
dilakukan bertentangan dengan ketentuan undang-undang. Terhadap hal ini,
tersangka atau terdakwa dapat mengajukan Praperadilan untuk memeriksa
sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan. Mengenai Praperadilan, Anda dapat
membaca artikel Praperadilan
(3).
Dasar
Hukum:
Referensi:
M. Yahya Harahap,
S.H. 2006. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan
Penuntutan. Sinar Grafika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar